Sejarah Sunda Dalam Indikasi Tempat, Kerajaan, dan Bahasa

USvfield.com - ISTILAH Sunda dalam indikasi tempat, pertama kali dilakukan Ptolemaeus, ahli ilmu bumi kenamaan dari Yunani, dalam bukunya tahun 150 Masehi. Hal ini diungkapkan Prof. Dr. Drs. Edi Suhardi Ekadjati, dalam pidato pengukuhan dirinya selaku Guru Besar Ilmu Sejarah di Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 1995.

Mengutip buku Atmamihardja (1958: 8), Ptolemaeus menyebutkan, terdapat 3 pulau yang dinamai Sunda terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi tersebut, para ahli ilmu bumi Eropa kemudian menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India, kata Edi yang pernah menjabat Kepala Museum Konferensi Asia Afika dan dosen di Universitas Padjadjaran dan Universitas Parahyangan, Bandung.

Dari penelurusan kepustakaan, kata Sunda, seperti dikatakan Rouffaer (1905: 16), merupakan pinjaman kata dari kebudayaan Hindu seperti juga kata-kata Sumatera, Madura, Bali, dan Sumbawa yang semuanya menunjukkan nama tempat.

Kata sunda, kemungkinan berasal dari akar kata sund atau kata suddha dalam bahasa Sanskerta yang mengandung makna: bersinar, terang, putih (Williams, 1872: 1128, Eringa 1949: 289) Dalam bahasa Jawa Kuna (Kawi). Dalam bahasa Bali pun terdapat kata sunda dengan pengertian antara lain, bersih, suci, murni, tak bercela, tak bernoda. (Mardiwarsito, 1990: 569-57, Anandakusuma, 1986: 185-186; Winter, 1928: 219).

Ahli geologi Belanda RW van Bemmelen, mengatakan, Sunda adalah suatu istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut India Timur, sedangkan dataran bagian tenggaranya dinamai Sahul, ujar Edi. Dataran Sunda dikelilingi sistem Gunung Sunda yang melingkar (circum-Sunda Mountain System) yang panjangnya sekitar 7000 km.

Dataran Sunda terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian utara, meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat, serta bagian selatan yang terbentang dari barat sampai ke timur mulai Lembah Brahmaputera di Assam, India, hingga Maluku bagian selatan. Dataran Sunda itu bersambung dengan kawasan sistem Gunung Himalaya di barat dan dataran Sahul di timur, kata Edi, mengedepankan pendapat van Bemmelen (1949: 2-3).

Selanjutnya, sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor (Bemmelen,1949:15-16).

Mengutip Gonda (1973:345-346), pada mulanya kata suddha dalam bahasa Sansekerta diterapkan pada nama sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa yang dari jauh tampak putih karena tertutup abu asal gunung tersebut.

Gunung Sunda itu terletak di bagian barat Gunung Tangkuban Parahu. Kemudian nama tersebut diterapkan pula pada wilayah gunung itu berada dan penduduknya. Mungkin sekali, pemberian nama Sunda bagi wilayah bagian barat Pulau Jawa itu diilhami oleh sebuah kota dan atau kerajaan di India yang terletak di pesisir barat India antara kota Goa dan Karwar (ENI, IV,1921:14-15). ***

Sunda dalam indikasi kerajaan
SUNDA selanjutnya menjadi nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawa yang beribukota di Pakuan Pajajaran, atau sekitar Kota Bogor sekarang. Kerajaan Sunda diketahui berdiri pada abad ke-7 Masehi dan berakhir pada tahun 1579 Masehi, mengutip Danasasmita dkk., III, 1984:1-27 dan Djajadiningrat, 1913:75.

Setelah keruntuhan Kerajaan Sunda, eksistensi dan peranan Sunda tak lagi menonjol di daerahnya sendiri, apalagi di wilayah Nusantara, baik dalam hubungan geografis, sosial, politik maupun budaya. Keadaan itu berlangsung sekitar tiga abad hingga awal abad ke-20 Masehi, karena pengaruh kekuasaan dan kekuasaan dari luar, terutama kebudayaan Islam dan Belanda.

Generasi Sunda Kiwari tampak gelagapan dan tertatih-tatih mengenal dan memahami tata nilai kesundaan, alias pareumeun obor dalam peribahasa Sunda. Nilai-nilai tradisi Sunda dibagi menjadi dua; pertama, nilai tradisi Sunda yang terkandung dalam explicit knowledge (pengetahuan yang tersurat), seperti paribasa, sisindiran, dongeng, dan naskah-naskah kuno. Kedua, nilai tradisi Sunda yang bersumber dari tacit knowledge (pengetahuan yang tersirat). Pengetahuan ini terdiri dari pola pikir, sikap, dan kearifan orang Sunda di dalam menghadapi dan mengatasi masalah kehidupannya.

Pewarisan budaya Sunda tentu harus mengutamakan keduanya. Sayangnya, hal tersebut tampak masih jauh panggang dari api. Dari segi pengetahuan tersurat, akses informasi untuk mengetahui dan mempelajari khazanah kebudayaan Sunda dianggap masih kurang. ***

Source: @SerbaSejarah | Last Edited by @JudgeMISSEL

All About Sunda

PERADABAN tertua di Nusantara adalah Sunda (merujuk kepada Kerajaan Salakanagara yang berdiri 52 Saka/130 Masehi). Bukan Kutai Kartanegara atau Jawa seperti diyakini selama ini.

Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Umumnya karakter masyarakat Sunda antara lain; someah (ramah tamah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orangtua.

Dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk berbicara dengan orang yang lebih tua. Etos dan watak Sunda adalah cageur, bageur, singer dan pinter.

Bahasa Sunda adalah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 34 juta orang, termasuk di luar negeri, atau bahasa dengan jumlah penutur terbanyak kedua di Indonesia.

Selain itu masyarakat Sunda cenderung religius. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah, silih asuh, yaitu saling mengasihi, saling mempertajam diri dan saling malindungi. Masyarakat Sunda kiwari umumnya beragama Islam. Adapun Sunda terdahulu sebelumnya menganut agama Jatisunda atau disebut juga Sunda Wiwitan.

Budaya Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membuatnya berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan lain di Nusantara. Di antara kesenian-kesenian Sunda: ada Sisingaan, kesenian asal Subang yang menampilkan beberapa boneka singa yang diusung dan diiringi lagu dalam memainkannya.

Selain itu Wayang Golek, Jaipongan, dan Tari Ketuk Tilu. Kemudian kesenian Kuda Lumping, Kuda Renggong, Tarling, Gamelan, Tayub, Kiliningan, Cianjuran, dan Pencak Silat. termasuk Sintren, Reog, Degung dan Memeniran. Pupuh, Sisindiran, dan Longser. Lagu-lagu yang terpopuler: Manuk Dadali, dan Cing Cang Keling.

Alat musik khas Sunda antara lain, angklung, calung, karinding, rampak kendang, kecapi, dan gong. Angklung adalah instrumen yang terbuat dari bambu, berbunyi unik dan enak didengar. Angklung merupakan salah satu warisan kebudayaan Nusantara yang diakui UNESCO.

Kebanyakan artis Indonesia (entertainer) antara lain berasal dari etnis Sunda. Sebut saja Armand Maulana, Andy Rif, Sherina, Syahrini, dan komedian Sule. Nike Ardila, Nicky Astria, Nia Ramadhani, Asmirandah, Aura Kasih, Ayu Tingting, Cinta Laura, Charly, Deswinta Maharani, Donny Kesuma, Donita, Dewi Gita, Laudya Chintya Bella.

Donna Harun, Tamara Bleszynski, Mulan Jameela, Maudy Koesnady, Melly Goeslaw, Memes, Marcella Zalianty, Dinda Kanyadewi, Dira Sugandi, Reza Artamevia, Pedangdut Evie Tamala, Ikke Nurjanah, Itje Trisnawati, Iis Dahlia.

Presenter Ferry Maryadi, Fitri Tropika, Jamie Aditya, Irgi Fahrezy, Irfan Hakim, Dwi Andhika, Ananda Omesh, Ringgo Agus Rahman, Rachel Maryam, Sania, Ratu Felisha, Rianty Cartwright, Raffi Ahmad, Zaskia Mecca.

Yana Julio, Jihan Fahira, penyanyi senior Hetty Koes Endang, artis senior Nani Wijaya, sutradara Nia Dinata. Dan masih banyak lagi. Disusul seniman Pop Sunda terpopuler seperti Darso, Dul Sumbang, dan pesinden Rika Rafika.

Selain itu Presiden Indonesia nomor 2, Sjafruddin Prawiranagara. Presiden Negara Pasundan, Wiranatakusumah, Disusul tokoh-tokoh besar Sunda; Sunan Gunung Jati, pendiri Paguyuban Pasundan, Oto Iskandardianata. Rd. Dewi Sartika, dan Djuanda Kartawidjaja. Ali Sadikin, Ginandjar Kartasasmita, Hassan Wirajuda, Paskah Suzetta, Taufiequrrahman Ruki, Dede Yusuf, Rieke Dyah Pitaloka, Dedi Gumelar.

Berikutnya Rhoma Irama, Kang Ibing, Asep Sunandar Sunarya, Acep Zamzam Noor, Erwin Gutawa, Harry Roesly, Ajip Rosidi, Happy Salma, Iwan Fals, Bimbo, Gilang Ramadhan, Purwacaraka, Mimi Rasinah, Udjo Ngalagena, Atang Ruswita (Pikiran Rakyat), Aa Gym, hingga Aa Boxer (Tarung Drajat). ***

Religion Views: Jatisunda

SUNDA Wiwitan adalah agama/kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur atau animisme/dinamisme yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.

Sementara pihak berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para Dewata dan Hyang. Dalam pantheonnya terdapat Dewa Tunggal Tertinggi Maha Kuasa yang tak berwujud disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Mahaesa.

Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di Provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan. Adapun Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.

Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam Kitab Sanghyang Siksakanda Ing Karesian, sebuah kitab yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti. Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional Indonesia.

Orang Kanekes bukan penganut Hindu atau Buddha, melainkan animisme atau kepercayaan yang memuja arwah nenek moyang. Hanya dalam perkembangannya, kepercayaan orang Kanekes telah dimasuki unsur-unsur ajaran Hindu, dan hingga batas tertentu, ajaran Islam. Dalam Carita Parahyangan, kepercayaan ini disebut sebagai ajaran Jatisunda. *** 



Mitologi dan Sistem Kepercayaan
KEKUASAAN tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki). Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Dia bersemayam di Buana Nyungcung. Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dll.) tunduk kepada Batara Seda Niskala.

Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun mengenai mitologi orang Kanekes:
  • Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas.
  • Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah.
  • Buana Larang: Neraka, letaknya paling bawah. 

Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah terdapat 18 lapis alam yang tersusun dari atas ke bawah. Lapisan teratas bernama Bumi Suci Alam Padang atau menurut kropak 630 bernama Alam Kahyangan atau Mandala Hyang. Lapisan alam kedua tertinggi itu merupakan alam tempat tinggal Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu.

Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana. Salah satu dari tujuh batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes. Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di tanah Sunda. Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi mengadakan atau menciptakan. *** 



Filosofi 
PAHAM atau ajaran dari suatu agama mengandung unsur-unsur yang tersurat dan tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran tersebut. Ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa.

Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya,
  • Welas asih: cinta kasih.
  • Undak usuk: tatanan dalam kekeluargaan.
  • Tata krama: tatanan perilaku.
  • Budi bahasa dan budaya.
  • Wiwaha yudha naradha: sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya.
Prinsip yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa. Secara universal, semua manusia memang mempunyai kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya.

Dalam ajaran Sunda Wiwitan, perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa yang terdiri dari rupa; adat; bahasa; aksara; dan budaya.

Awalnya, Sunda Wiwitan tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Tabu utama yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua; yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain. dan yang bisa membahayakan diri sendiri. *** 



Tradisi
DALAM ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun.

Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang. Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; dan Cigugur, Kuningan. Di Cigugur, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru negeri.

Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan agama Sunda ini. *** 



Tempat suci
TEMPAT suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral atau keramat dalam Agama Sunda Wiwitan adalah Pamunjungan atau disebut Kabuyutan. Pamunjungan merupakan Punden Berundak yang biasanya terdapat di bukit dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir, Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkok, Batu Pipih, dll.

Pamunjungan atau Kabuyutan banyak sekali di Tatar Sunda seperti Balay Pamujan Genter Bumi, Situs Cengkuk, Gunung Padang, Kabuyutan Galunggung, Situs Kawali, dll. Di Bogor, sebagi Pusat Nagara Sunda dan Pajajaran dahulu terdapat Banyak pamunjungan. Beberapa di antaranya adalah Pamunjungan Rancamaya atau Pamunjungan Sanghyang Padungkukan yang disebut Bukit Badigul. Namun sayang saat ini Pamunjungan tersebut sudah tidak ada, setelah dibangun lapangan golf.

Pada masanya pamunjungan yang paling besar dan mewah adalah Pamunjungan Kihara Hyang yang berlokasi di Leuweung Songgom, atau Balay Pamunjungan Mandala Parakan Jati yang saat ini lokasinya digunakan sebagai Kampung Budaya Sindang Barang.

Dengan banyaknya Pamunjungan atau Kabuyutan tersebut di Tatar Sunda membuktikan bahwa agama yang dianut atau agama mayoritas orang Sunda dahulu adalah Agama Jatisunda atau Sunda Wiwitan, ini adalah jawaban kenapa di Sunda sangat jarang sekali diketemukan Candi. 

Namun begitu, Agama Hindu maupun Buddha berkembang baik di Sunda. Bahkan Raja Salakanagara dan Tarumanagara adalah seorang Hindu yang taat. Candi Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda adalah Candi Cangkuang yang merupakan candi Hindu pemujaan Shiwa. Dan Percandian Batujaya di Karawang yang merupakan kompleks bangunan stupa Buddha. ***