Sunda Island, Asal Mula Peradaban

Artikel terkait,Sunda Island dan Negara Pasundan

"Eden In The East". Demikian judul yang dipilih Prof. Stephen Oppenheimer, peneliti dari Universitas Oxford untuk bukunya yang menggebrak masyarakat Nusantara pada khususnya, dan menjadi perbincangan para pengkaji teori asal mula peradaban Dunia selama setahun terakhir atau sejak diluncurkannya buku paling menggejala ini pada akhir 2010 silam. 

Missel Christabel Dharmawan,
Center for Sundanese-Chinese Understanding
source: http://sigpras.deviantart.com

USvMagz - NAMA Oppenheimer menjadi fenomenal lantaran menyebut Asia Tenggara, berikut Indonesia di dalamnya, sebagai asal mula peradaban. Sehingga dianggap memiliki peran penting bagi peradaban Dunia. Tak ayal, penemuan ini pun menjadi awal sebuah perdebatan panjang dan polemik.

Peta Asia Tenggara sekitar 20.000 tahun yang lalu tidak seperti sekarang ini berbentuk kepulauan. Ia dulu merupakan kontinental yang tidak dipisahkan oleh laut. Para ilmuwan Eropa menyebutnya Sunda Island atau Sundaland. Ptolomeus-lah yang mula-mula menyebut nama pulau yang terletak di sebelah timur India dengan Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil.

Kepulauan Sunda Besar mengacu pada Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil meliputi Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor. Namun pada tahun 1950, Mr. Moh. Yamin yang saat itu menjabat Menteri PP dan K, mengganti istilah Kepulauan Sunda Kecil menjadi Nusa Tenggara. Secara otomatis, istilah Sunda Besar pun tak lagi digunakan dalam ilmu bumi dan perpetaan di Indonesia.

Hal ini kemudian menjadi kecenderungan tidak menghargai dan tidak mengakui keberadaan suku bangsa tertentu, yaitu orang Sunda. (Ajip Rosidi, 2007) Padahal dalam perpetaan Internasional, istilah Greater Sunda Island dan Latser Sunda Island masih digunakan sampai sekarang.

Sementara Dr. Junus S. Atmojo dan Edi Sediawati mengemukakan, apabila identifikasi kawasan geografis tentang Sunda Besar dan Sunda Kecil diikuti identifikasi etnis dan identifikasi budaya, kemudian ketiganya disatukan dalam satu identifikasi, maka hal ini akan menimbulkan kekisruhan.

Boleh jadi Ptolomeus melakukan penamaan suatu kawasan geografis mendasar pada pertemuannya dengan orang Sunda yang lantas membuatnya menggunakan kata Sunda sebagai indikasi tempat. Sedangkan posisinya sekarang Sunda sudah menjadi indikasi etnik. Inilah letak kekisruhan yang dimaksud. ***



BUMI yang memanas mencairkan es di kutub atau menandai berakhirnya zaman es. Sehingga banjir besar pun tak terelakkan dan menenggelamkan kontinental tadi. Dampaknya permukaan air laut naik, dan membentuk muka bumi Asia Tenggara yang baru, menjadi Filipina, Indonesia, dan Malaysia sekarang ini.

Fenomena alam berupa banjir besar yang disebabkan es mencair sedikitnya terjadi tiga kali dalam rentang waktu yang panjang, yakni 10.000, 8.000, dan 6.000 tahun yang lalu. Banjir terakhir menaikkan muka laut sampai 6 meter. Wilayah yang mengalami banjir terparah adalah Sunda Island dan Pantai Cina Selatan. Dalam catatan Oppenheimer, muka laut naik sampai 120 meter.

Ditinjau dari sudut geologi, dibandingkan dengan teori Arsyio Nunos Dos Santos, teori Oppenheimer dianggap lebih masuk akal. Karena saat muka laut turun, pernah terjadi masa neolitik. Sementara menurut Eko Yulianto, itu masih harus dibuktikan, Teori Atlantis justru dianggap tidak masuk akal; peradaban yang hilang karena banjir tiba-tiba dan letusan gunung berapi.

Prof. Adjat Sudradjat menolak Teori Dos Santos yang menyebut Sunda Island sebagai Benua Atlantik. Sunda Island bukan kontinental atlantik yang hilang, karena tak ada bukti-bukti kea rah sana. Benua Atlantik menurutnya, lebih merupakan sesuatu yang abstrak. Atau imajinasi belaka kaum filsuf. Spekulasi yang muncul mempertanyakan di mana Atlantik itu sebenarnya.

Orang Sunda berharap Atlantik itu Sunda Island. Pendapat Adjat kemudian mengurai hubungan Atlantik dengan percakapan antara Timaeus dan Critias, dalam karya Plato. Serta penamaan Aflan, putra Poseidon.

Namun, baik Oppenhemier maupun Dos Santos sepakat, pelaut Benua Sunda yang besarnya dua kali India adalah pelaut yang piawai pada bidang teknologi maritim dan pelayaran. Moyang Sunda mengalami diaspora atau meninggalkan tanah air, dan menyebar ke Barat, ke India, dan Mesopotamia. Dan ada yang menyebut ke Timur, untuk menghuni Kepulauan Pasifik. Sebagian yang lain sampai ke Cina, Jepang, bahkan menyeberangi Selat Bering menuju Amerika. ***



JIKA Oppenhemier menyebut Asia Tenggara sebagai asal mula peradaban, Dos Santos menyebut Sunda Island sebagai Benua Atlantik yang hilang. (2005) Sebelumnya sejarawan Anthony Reid menyebutkan, kelompok masyarakat berbahasa Austronesia sebagai perintis yang merajut kepulauan di Asia Tenggara dalam sistem perdagangan global.

Sedangkan Peter Belwood, ahli prasejarah asal Australia ini menyebutkan bahwa bahasa Malagasi di Madagaskar berhubungan dengan bahasa Maanyan di Dusun Witu, Paku, Samihim, dan Lawangan di Kalimantan (2000). Lainnya, Alexander Adelaar, periset asal Universitas Melbourne, menulis buku tentang Indonesia bermigrasi ke Madagaskar.

Oppenheimer bahkan yakin nenek moyang bangsa Polynesia bukan berasal dari Taiwan sebagaimana diyakini selama ini.

Bukti-bukti baru yang saling terkait, menurut peneliti yang juga ahli genetika ini, menunjukkan bahwa gen-lines yang ditemukan di Polynesia diturunkan dari Sunda Island lebih dari 5000 tahun yang lalu, yang mana hal senada diyakini pula oleh Ian Peterson dan Hans Barek Oven.

Terlepas dari semua hal di atas, menurut sejarawan Sobana Hardjasaputra, kalau fakta-fakta belum lengkap, jangan berani-berani mengambil kesimpulan. Namun Deputi Ilmu Kebumian LIPI, Hery Harjono, pro-kontra atau silang pendapat dalam keilmuan lumrah terjadi. Ilmu berkembang setapak demi setapak, dengan perdebatan panjang.

Akan tetapi, kata Hery, perkembangan ilmu pengetahuan atau teori baru ilmu pengetahuan sekarang ini tidak sepanjang masa lalu yang memakan ratusan atau ribuan tahun. Teknologi observasi sudah canggih dengan akurasi yang baik. Pendekatan ilmu pun menjadi multidisipliner. ***