Ukuran Bra



#11 Teve I
“SAYANG, bangun! Lihat teve, cepaaat!” Maria mengguncang-guncang tubuh suaminya yang sedang tertidur pulas, jam 10 malam.
“Ada (acara) apa?” Emily terperanjat, dan lekas-lekas melempar pandangannya ke arah teve.
“Lihat teve kita! Modelnya sudah jadul! Mana boleh layarnya cembung begitu! Beli yang LCD dong!”
“Astagaa!!” ***


#12 Teve II
(DAN ini terjadi esok paginya…)
Di depan televisi, Emily sedang khusyuk menonton TVONE.
Maria merebut remote dari tangan Emily dan memindahkan kanalnya ke Indosiar.
Emily merebut kembali remote’nya dan memindahkan kembali kanalnya ke TVONE.
Maria merebut lagi remote itu dan kembali menukar kanal ke Indosiar.
Emily hendak merebut kembali remote itu. Tapi Maria memegangnya kuat-kuat.
Emily kemudian berhasil merenggut remote’nya dari tangan Maria. Emily memutar kanal ke TVONE.
Maria merampas kembali remote control dan menekan tombol turn off. Kemudian memegangnya.
Emily dan Maria terpaku pada televisi yang turned-off alias mati—selama beberapa menit, tanpa bicara!
Sampai mereka saling menatap. Dan tertawa! ***


#13 Ratusan Kali
“AKU senang akhirnya kau hamil lagi, Sayang.”
“Tentu saja. Kau bahkan baru melepas sarungmu setelah setahun sejak kelahiran Mikey.”
“Yang benar saja! Aku mengganti sarungku entah sudah berapa ratus kali dalam setahun!”
“Sesering itu kita melakukannya, ya? ***


#14 Sembilan Bulan
“RASANYA baru kemarin kau melahirkan Mikey. Tahu-tahu sekarang Mikey sudah mahu punya adek lagi. Waktu cepat berlalu ya, Sayang?”
“Bagiku waktu justru terlalu lambat. Anak kita berikutnya baru akan lahir setelah sembilan bulan. Huff.” ***


#15 Ukuran Bra
“TADINYA aku hendak membelikanmu beberapa bra di mal. Tapi aku tidak ingat ukurannya.” Kata Emily kepada isterinya sepulang dari urusan di suatu mal.
“Kau tidak ingat dengan ukurannya?? Kukira setiap malam kau mengukur bra dan pants’ku, ‘kan?”
“Pelayan di outlet bertanya apakah ukuran isteriku ada sebesar semangka.”
“Lalu kau jawab apa?”
“Aku bilang, tidak sebesar itu.”
“Lalu?”
“Dia bertanya lagi, apa ada sebesar buah melon.”
“Kau jawab bagaimana?”
“Tidak, tidak. Tidak sebesar itu, kataku.”
“Sial!”
“Pelayan itu bertanya lagi, mungkin seukuran guava besar?”
“Dan kau menjawab iya?”
“Aku bilang, masih lebih kecil dari ukuran guava.”
“YANG BENAR SAJAA!!!”
“Dia bertanya lagi, kalau begitu barangkali ada sebesar telur, Tuan?”
“APA?!!!”
“Nah, itu dia! Telur mata sapi!”
“APA? SIAAAL! AWAS KAU! TIDAK ADA JATAH MAKAN MALAM MALAM INI!!”