Don't Say Goodbye

AKU akan merasa sangat beruntung jika ada orang yang mau berteman denganku. Aku sangat berbahagia karena ternyata ada orang yang mau memberikan perhatiannya untukku. Bukan perhatian seperti yang dilakukan orangtua terhadap anaknya, bukan jenis perhatian yang diberikan majikan untuk karyawannya. Melainkan perhatian istimewa yang sifatnya posesif dan mengikat, melilit erat-erat.

Transferisasi perhatian semacam inilah yang ternyata amat aku butuhkan sekarang ini, dan aku baru menyadari ini belakangan. Aku tak peduli sekarang kalau manusia, kelamin mereka ada yang berlainan, laki-laki atau perempuan, mereka datang dengan memberikan kesan kemudian dipastikan suatu saat ia akan menghilang juga tanpa memedulikan apakah harus ada alasan. 

Terus terang aku memang tidak yakin dengan persahabatan, apalagi kesetiaan dalam aktivitas pacaran. Tidakkah kalian melihat aku cukup menyebalkan? Jangan salah paham, kukira aku hanya benci perpisahan. Aku sering bilang kalau aku seribu kali lebih sensitif dari perempuan.

Sejujurnya aku menaruh perhatian pada semua orang. Aku menyimpan ketertarikan pada individu apapun yang menjadi keunikan kalian. Demi menu sarapanku setiap pagi, aku membanggakan kalian untuk setiap gigitan roti. Demi mentari yang mengeringkan cucian yang kuselesaikan semalam, kusebut nama kalian untuk setiap teguk kopi sisa pagi. Dan demi malam yang kusebut ia kawan, aku masih setia berzikir menyebut nama-nama kalian.

Jika kudengar kalian akan mundur teratur nak hengkang atau menghilang perlahan, oh demi sesuatu yang kalian sebut dengan Tuhan, aku bersumpah akan membuat kalian bertahan, aku ingin kalian tetap ada untukku menemani dan berkenan membantu menyelimuti setiap kali aku hendak pergi mimpi demi fantasi atau sebenarnya itu adalah ambisi. Tapi kalian tak perlu melakukan sesuatu jika tidak mau, kalian hanya perlu mengakui eksistensiku sebagai benda penting dan berharga,  karena aku pun mengagungkan kalian, memuja, dan mengganggap istimewa.

Ketahuilah, di satu sisi aku terlanjur bersumpah bahwa tak ada lagi orientasiku untuk perempuan, tapi kasih sayang Tuhan seringkali menjadi gara-gara. Karena pada sisi yang lain, kehadiran anak itu memaksaku untuk berkhianat pada sumpah yang kubuat sendiri yang akhirnya benar-benar menyusahkanku. Tak ubahnya bumerang yang kulempar dan tahu-tahu sudah kembali menghantam batang hidung tanpa cukup waktu untuk berlindung.

Kebutuhan sosial dan hasrat biologis itu bangkit. Aku harus mengakuinya kalau aku memang memerlukan kehadirannya, lebih buruk dari muntaber, aku harus mengakui kalau aku jatuh cinta pada perempuan bernama Maria. Untuk pertama kalinya, aku tahu oh seperti inikah yang sering diperbincangkan orang? Baiklah, sebaiknya kudatangi saja kau sekarang, aku akan mengatakan semuanya padamu.

Konflik yang terjadi tepat di dalam sini, gesekan-gesekan berbunyi menyakitkan antara mempertahankan komitmen dengan kebutuhan alami yang menjanjikan ketenteraman. Semuanya hanya menyimpulkan aku tak lebih dari sebatang pecundang kering

Setelah aku merasa konflik telah berakhir, tantangan berikut lebih menantang. Lagi-lagi kategori permainan ini berkenaan dengan aktivitas menghantam mental. Tapi itu akan mengajarkanku banyak hal, mendidikku menjadi seorang gentleman. Aku menerimamu apa adanya, aku tak peduli kau benda apa sebelumnya.

Aku hanya menginginkanmu dan kuharap kau menginginkanku. Jika semua akan indah pada waktunya, kuharap aku akan menemukannya beberapa detik lagi saja. Tapi aku merasa berkewajiban untuk lebih dulu mengatakan ini padamu, don’t leave me, mianhajiman nan neol saranghae. ***